Askep Luka Bakar
A. Pengertian
1. Pengertian
Luka bakar adalah kerusakan secara langsung maupun yang tidak langsung pada jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai organ dalam (Moenajat, 2001), yang disebabkan oleh panas, sengatan listrik, bahan kimia, petir dan radiasi (Smeltzer & Bare, 2001). Luka bakar pada umumnya terjadi pada kulit yang mempunyai peranan penting dalam keseimbangan suhu tubuh, mempertahankan cairan tubuh, juga pertahanan tubuh dari infeksi. (Smeltzer & Bare, 2001), (Mansjoer, 2000).
Luka bakar pada umumnya terjadi pada kulit yang mempunyai peranan penting dalam keseimbangan suhu tubuh, mempertahankan cairan tubuh, juga pertahanan tubuh dari infeksi. (Smeltzer & Bare, 2001)
2. Fase Luka Bakar
a. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
b. Fase sub akut.
|
1). Proses inflamasi dan infeksi.
2). Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas, dan pada struktur atau organ-organ fungsional.
3). Keadaan hipermetabolisme.
c. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
3. Klasifikasi
a. Menurut kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori (lihat tabel 3) yang didasarkan pada elemen kulit yang rusak.
1). Superficial (derajat I)
Hanya mengenai lapisan epidermis.Luka tampak merah muda cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat). Kulit memucat bila ditekan.Edema minimal. Tidak ada blister. Kulit hangat/kering. Nyeri / hyperethetic. Nyeri berkurang dengan pendinginan. Ketidak nyamanan berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam. Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
2). Partial thickness (derajat II)
Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superficial partial thickness dan deep partial thickness. Mengenai epidermis dan dermis. Luka tampak merah sampai merah muda. Terbentuk blister, edema, nyeri, sensitif terhadap udara dingin.
Penyembuhan luka :
a). Superficial partial thickness : 14 – 21 hari
b). Deep partial thickness : 21 – 28 hari
(Namun demikian penyembuhannya bervariasi tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya infeksi).
3). Full thickness (derajat III)
Mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan dan dapat juga mengenai permukaan otot, dan persarafan dan pembuluh darah. Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam. Tanpa ada blister. Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras, edema, sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri. Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan. Memerlukan skin graft. Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif.
4). Fourth degree (derajat IV)
Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
b. Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu:
1). Kepala dan leher : 9%
2). Lengan masing-masing 9% : 18%
3). Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4). Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5). Genetalia/perineum : 1%
Total : 100
B. Etiologi
1. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
2. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
3. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
C. Patofisiologi
1. Proses Perjalanan Penyakit
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dapat dikelompokan menjadi luka bakar temal, radiasi, luka bakar elektrik, atau kimia. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran napas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik, atau luka bakar yang lama dengan agen penyebab, nekrosis dan kegagalan organ dapat terjadi.
Dalamnya luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan agen tersebut. Reaksi panas menyebabkan kerusakan jaringan kulit, ujung-ujung saraf, dan pembuluh darah. Kerusakan pada kulit berhubungan dengan : suhu penyebab luka bakar, penyebab panas, lama terbakar, jaringan ikat yang terkena, lapisan dari struktur kulit yang terkena menyebabkan penururnan fungsi proteksi, kegagalan mengatur temperature, meningkatkan resiko infeksi, perubahan fungsi sensori, kehilangan cairan, kegagalan regenerasi kulit, kegagalan fungsi ekskresi dan sekresi.
Keseimbangan cairan, terdapat peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan keluarnya plasma dan protein kejaringan yang menyebabkan terjadinya edema dan kehilangan cairan intravascular. Kehilangan cairan juga disebabkan karena evaporasi yang meningkat 4-15 kali evaporasi pada kulit normal. Peningkatan metabolisme jyga dapat menyebabkan kehilangan cairan melalui sisitem pernapasan.
Fungsi jantung juga terpengaruh oleh luka bakar diantaranya penurunan curah jantung, yang disebabkan karena kehilangan cairan plasma. Perubahan hematologi berat disebabkan kerusakan jaringan dan perubahan pembuluh darah yang terjadi pada luka bakar yang luas. Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan plasma pindah ke ruang interstisial. Dalam 48 jam pertama setelah kejadian, perubahan cairan menyebabkan hipovolemia dan jika tidak ditanggulangi dapat mnyebabkan klien jatuh pada syok hipovolimia.
Kebutuhan metabolik sangat tinggi pada klien dengan luka bakar. Tingkat metabolik yang tinggi akan sesuai dengan luas luka bakar sampai dengan luka bakar tersebut menutup. Hipermetabolisme juga terjadi karena cidera itu sendiri, intervensi pembedahan dan respon stress. Katabolisme yang berat juga terjadi yang disebabkan karena keseimbangan nitrogen yang negative, kehilangan berat badan dan penurunan disebabkan karena respon terhadap stress. Ini menyebabkan peningkatan kadar glukagon yang dapat menyebabkan hiperglikemia.
Insufiensi renal akut dapat terjadi disebabkan karena hipovolemia dan penurunan curah jantung. Kehilangan cairan dan tidak adekuatnya pemberian cairain dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan glumerular filtration rate. Pada luka bakar yang disebabkan karena listrik dapat menyebabkan kerusakan langsung atau pembentukan mioglobin casts (karena kerusakan otot) yang dapat menyababkan nekrosis tubular renal akut dan gagal ginjal. Efek terhadap paru disebabkan karena menghisap asap. Hiperventilasi biasanya berhubungan dengan luas luka bakar. Peningkatan ventilasi berhubungan dengan keadaan hipermetabolik, takut, cemas dan nyeri.
Sistem imun, dengan adanya kerusakan kulit menyebabkan kehilangan mekanisme pertahanan pertama terhadap infeksi. Sistem imun mengalami depresi, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, ganguan pada fungsi neotropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klian.
Masalah gastrointestinal yang mungkin terjadi adalah pembengkakan lambung, ulkuspeptikum dan ileus paralitik. Respon ini disebabkan karena kehilangan cairan, perpindahan cairan, imobilisasi, penurunan moltilitas lambung dan respon terhadap stress. Insufiensi renal akut dapat terjadi yang disebabkan karena hipovolemia dan penuruna kardiak output. Kehilangan cairan dan tidak adekuatnya pemberian cairan dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan glomerular filtration rate. Yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestinal pada klien dengan luka bakar lebih dari 25% (Hidayat, 2009)
2. Manifestasi Klinis
Gangguan tajam penglihatan, nyeri pada area luka bakar, mual, gangguan ketangkasan, muntah, dizines, sincope, takipnea, takikardia, resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien (Hidayat, 2009).
3. Komplikasi
a). Gangguan Jalan nafas.
Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan nafas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika.
b). Curling’s ulcer (ulkus Curling).
Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus diberikan secara rutin pada penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di duodenum.
c). Syok sirkulasi
d). PneumoniaKontraktur
e). Hipertrofi jaringan parut
f). Dekubitus
g). Syndrom kompartemen
h). Ileus parlitik
D. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk membantu proses regenerasi kulit akibat luka bakar, mengidentifikasi infeksi, serta mengidentifikasi status cairan. Cara yang biasanya digunakan untuk mengatasi luka bakar (Mansjoer, 2000) adalah :
1. Hidroterapi
Membersikan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi ini terdiri dari merendam dan dengan shower. Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau kurang untuk klien dengan luka bakar akut, dibersihkan secara perlahan atau hati-hati dengan menggunakan berbagai macam larutan seperti sodium hipokloride, profidon iodine dan chlorohexidine. Jika hidroterapi tidak dilakukan, maka luka dapat dibersihkan dan dibilas diatas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan penggunaan zat antimikroba.
2. Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian bawah eschar. Debridemen luka pada luka bakar meliputi debridement secara mekanik, debridement enzimatik dan dengan tindakan pembedahan
3. Obat-obatan
a. Antibiotika : Tidak diberikan bila klien datang <6 jam sejak kejadian
Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
b. Analgetik : Kuat (Morfin, petidin)
c. Antasida : Kalau perlu
4. Pemeriksaan diagnostik
a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
E. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematik dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2000).
Pengkajian pada luka bakar (Doengoes, E. Marliyn, 2000) :
1. Data Biografi
Perawat mengumpulkan data biografi klien seperti nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan lain-lain.
2. Luas Luka Bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode yang ada yaitu metode “rule of nine” atau metode, seperti telah diuraikan dimuka.
3. Aktifitas/istirahat
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
4. Kedalam Luka Bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi empat macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III, dan derajat IV, dengan ciri-ciri seperti telah dikemukakan dimuka.
5. Sirkulasi
Dengan cedera luka bakar lebih dari 20% hipotensi (syok), penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik), takikardia (syok/ansietas/nyeri), disritmia (syok listrik), pembentukan edema jaringan (semua luka bakar).
6. Integritas ego
Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Yang ditandai dengan ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
7. Eliminasi:
Haluaran urin menurun/tak ada selama fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam, diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi), penurunan bising usus/tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/ peristaltik gastrik.
8. Makanan/cairan
Edema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah.
9. Neurosensori
Perubahan orientasi, afek, perilaku, penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang (syok listrik), laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik), ruptur membran timpanik (syok listrik), paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
10. Nyeri/kenyamanan
Berbagai nyeri contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara dan perubahan suhu, luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri, sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf, luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
11. Pernafasan
Terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Ditandai dengan serak, batuk mengii, partikel karbon dalam sputum, ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis, indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal), bunyi nafas : gemericik (oedema paru), stridor (oedema laringeal), sekret jalan nafas dalam (ronkhi)
12. Keamanan
Destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api : terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong, mukosa hidung dan mulut kering, merah, lepuh pada faring posterior, oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus, lepuh, ulkus, nekrosis, atau jarinagn parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan klien adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurun, membatasi, mencegah, dan merubah (Nursalam, 2000).
Diagnosa keperawatan pada klien dengan luka bakar (Doengoes, 2000) adalah :
1. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
G. Perencanaan
Perencanaan meliputi perkembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah – masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi (Nursalam, 2000).
Perencanaan keperawatan untuk klien dengan luka bakar (Doengoes, E. Marliyn, 2000) adalah :
1. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; edema mukosa; kompressi jalan nafas.
Tujuan : Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil : Bunyi nafas vesikuler, pernafasan (rr) dalam batas normal, bebas dispnoe/sianosis.
Rencana tindakan :
a. Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
b. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.
c. Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.
d. Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera
e. Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi
f. Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.
g. Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.
h. Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.
i. Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.
j. Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.
k. Lakukan program kolaborasi meliputi :
l. Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
m. Awasi/gambaran seri GDA
n. Kaji ulang seri rontgen
o. Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.
p. Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hipermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
Tujuan : Kekurangan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil : Tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.
Rencana tindakan :
a. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
b. Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi.
c. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
d. Timbang berat badan setiap hari
e. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi
f. Selidiki perubahan mental
g. Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
h. Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
i. Lakukan program kolaborasi meliputi :
1). Pasang / pertahankan kateter urine
2). Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
3). Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.
4). Awasi hasil pemeriksaan laboratorium (Hb, elektrolit, natrium).
5). Berikan obat sesuai idikasi :
a). Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)
b). Kalium
c). Antasida
d). CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
e). Status umum setiap 8 jam.
3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
Tujuan : oksigenasi adekuat.
Kriteroia hasil : RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
a. Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.
b. Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan tempatkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dengan hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
c. Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring.
d. Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.
e. Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit
Tujuan : Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria hasil : tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik
Rencana tindakan :
a. Pantau penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
b. Pantau suhu setiap 4 jam.
c. Pantau jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
d. Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
e. Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan berikan krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
f. Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika intra vena (IV) sesuai ketentuan.
g. Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
h. Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan.
i. Mulai rujukan pada ahli diet, berikan protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.
5. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
Tujuan : nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Kriteria hasil : menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
Rencana Tindakan :
a. Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.
b. Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.
c. Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.
d. Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam.
e. Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan.
f. Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
6. Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
Tujuan : Menunjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil : Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
a. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
b. Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
c. Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.
d. Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan
e. imobilisasi area bila diindikasikan.
f. Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.
g. Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.
h. Lakukan program kolaborasi
Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis napas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik, atau luka bakar yang lama dengan agen penyebab, nekrosis dan kegagalan organ dapat terjadi.
H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan dilakukan setelah didapatkan rencana keperawatan yang disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan klien. Pelaksanaan keperawatan harus mengacu pada rencana yang telah di buat, karena di dalamnya terdapat tindakan keperawatan yang harus dilakukan saat ini.
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam, 2000). Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan yang disusun dan ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Palaksanaan keperawatan pada klien dengan luka bakar derajat II adalah :
1. Resusitasi A, B, C.
a. Jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada sputum yang mengandung karbon.
b. Pernapasan :
1). Udara panas, mukosa rusak, edema, obstruksi.
2). Efek toksik dari asap iritasi bronkhokontriksi, obstruksi gagal nafas.
c. Sirkulasi :
Gangguan permeabilitas kapiler cairan dari intravaskuler pindah ke ekstravaskuler hipovolemia relativ syok, gagal nafas.
2. Infus, kateter, oksigen, laboratorium (leukosit, hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), trombosit, natriun, kalium, klorida), kultur luka.
3. Resusitasi cairan dewasa : RL 4 cc x BB x %LB/24 jam.
4. Observasi TTV.
5. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
6. Silver sulfa diazin tebal.
7. Tutup kassa tebal.
I. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan berhasil dicapai. Melalui evaluasi keperawatan memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan (Nursalam, 2000).
Evaluasi untuk kasus luka bakar :
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu :
1. Proses (sumatif)
Fokus tipe ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan sesudah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Pada evaluasi ini terus menerus dilaksanakan sampai yang telah ditentukan tercapai.
2. Hasil (formatif)
Fokus evaluasi ini adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan perawatan klien.
Evaluasi yang diharapkan pada klien dengan luka bakar derajat II adalah :
a). Bersihan jalan nafas efektif
b). Volume cairan seimbang
c). Tidak terjadinya kerusakan pertukaran gas
d). Tidak terjadinya infeksi
e). Nyeri tidak terjadi
f). Integritas kulit normal
Askep Luka Bakar
Reviewed by sorichlukmana
on
9/07/2011 11:49:00 PM
Rating:
Tidak ada komentar: